PENDIDIKAN-Dulu, sebutan "gaptek" mungkin bisa jadi alasan lucu-lucuan bagi dosen yang gagap teknologi. Namun, kini zaman sudah berubah. Sejak Artificial Intelligence (AI) menyerbu kehidupan kita, terutama dunia pendidikan, kata “gaptek” tak lagi relevan. Mengapa? Karena mahasiswa sudah berada di garis depan revolusi ini, memanfaatkan berbagai tools AI untuk riset, menyelesaikan tugas, bahkan menciptakan bahan presentasi yang menakjubkan. Lalu, apa kabar dosen? Jika kita tidak segera beradaptasi, alih-alih jadi pembimbing, kita malah bisa tertinggal, bahkan dilupakan.
Perubahan ini memaksa kita untuk melangkah keluar dari zona nyaman. Memahami cara kerja AI bukan lagi pilihan; ini sudah jadi keharusan. Bagaimana kita bisa mengarahkan mahasiswa untuk memanfaatkan teknologi secara etis dan optimal, jika kita sendiri tak tahu cara menggunakannya? Kita bukan hanya dituntut untuk sekadar tahu, tetapi juga mampu menjadi navigator mereka di tengah derasnya arus informasi digital.
Sebagai dosen, kita perlu menyadari bahwa AI bukan ancaman, melainkan alat bantu. Tools seperti ChatGPT, MidJourney, Napkin, hingga software analitik canggih lainnya, bisa menjadi senjata andalan dalam mengajar. Bayangkan jika kita bisa mengintegrasikan teknologi ini untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif, efektif, dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja masa kini. Alih-alih takut tergantikan oleh AI, kita harus menjadikan teknologi ini sebagai mitra untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Namun, perubahan ini tentu membutuhkan usaha ekstra. Kita harus belajar, mencoba, gagal, lalu belajar lagi. Tidak ada ruang untuk rasa gengsi. Bahkan, tak apa jika kita harus belajar dari mahasiswa sekalipun—bukankah belajar itu dua arah? Dengan memahami teknologi yang mereka gunakan, kita justru bisa membuka diskusi yang lebih mendalam, membangun koneksi yang lebih kuat, dan mengarahkan mereka ke pemanfaatan teknologi yang positif.
Era baru ini bukan soal siapa yang lebih canggih, tapi siapa yang lebih adaptif. Maka, mari kita tinggalkan mentalitas "gaptek." Sebagai pendidik, kita harus jadi panutan, bukan sekadar pengamat. Saatnya melangkah maju, memeluk perubahan, dan menunjukkan bahwa dosen bukan hanya pengajar, tapi juga pembelajar seumur hidup.
Jadi, apakah kita siap? Bukan sekadar siap, kita harus menjadi pemimpin dalam perubahan ini.
Jakarta, 22 November 2024
Hidayat Kampai
Catatan Sang Murid