Hidayat Kampai: Laporan Mulus, Skandal yang Menggerogoti Profesi Akuntan Publik

    Hidayat Kampai: Laporan Mulus, Skandal yang Menggerogoti Profesi Akuntan Publik

    KEUANGAN-Di balik angka-angka keuangan yang rapi dan laporan tebal nan mengkilap, profesi Akuntan Publik di Indonesia tengah menyembunyikan cerita panjang tentang pelanggaran etika dan standar kualitas audit. Seperti ironi yang tak berkesudahan, kasus-kasus yang melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) besar terus bermunculan. Alih-alih menegakkan integritas, beberapa di antaranya malah tersandung oleh laporan mereka sendiri—yang entah bagaimana, luput menangkap risiko yang akhirnya terkuak dan mengguncang publik.

    Sebut saja kasus yang dialami KAP Satrio, Bing, Eny dan Rekan, yang berada di bawah bendera besar Deloitte Indonesia. Namanya seakan dijaga ketat dengan embel-embel standar internasional, tapi siapa sangka ikut terseret dalam drama gagal bayar bunga medium term notes (MTN) SNP Finance? Yang satu ini bukan sekadar keteledoran biasa—ini bukti bahwa gagal membaca risiko bukanlah kesalahan kecil. Bayangkan, mereka lalai dalam mencermati laporan keuangan, menyebabkan kerugian besar bagi klien, investor, dan masyarakat luas.

    Lalu muncul lagi KAP Kosasih Nurdiyaman, Mulyadi, Tjahjo dan Rekan yang berafiliasi dengan Crowe Horwath International, mengundang sorotan pada Februari 2023 saat tanda daftar mereka dicabut. Apa sebabnya? Gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau yang lebih akrab disebut Wanaartha Life. Lagi-lagi nasabah yang jadi korban, dan jumlah kerugiannya tidak main-main.

    Tidak sampai di situ saja, KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan juga tak luput dari tekanan publik setelah audit mereka terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. untuk laporan keuangan 2018 menuai kritik pedas. Laporan itu dianggap kurang sesuai realitas, dan yang kena imbasnya bukan cuma Garuda, tapi juga seluruh reputasi profesi akuntan publik. Kemudian, ada lagi Kantor Akuntan Publik Purwantono, Sungkoro dan Surja, bagian dari Ernst & Young Global Limited, yang harus menelan pil pahit setelah terseret dalam skandal PT Hanson International Tbk. Padahal afiliasi internasional seharusnya menjamin kualitas, bukan malah menyisakan noda.

    Yang membuat banyak orang geleng-geleng kepala adalah sanksi yang tampak ringan dan kurang memberikan efek jera. Paling-paling izin mereka dibekukan selama setahun. Setelahnya, mereka bisa saja kembali beroperasi dengan wajah baru, seolah tak terjadi apa-apa. Khusus untuk mereka yang punya afiliasi asing, tinggal berganti nama atau logo, dan masalah selesai tanpa perlu repot-repot memperbaiki diri. Seperti mengoles lipstik di atas noda, masalahnya tetap ada, tapi tersembunyi di bawah permukaan.

    Di sisi lain, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) seperti terjebak dalam dilema tersendiri. Alih-alih sibuk mengevaluasi akuntan publik yang sudah berlisensi, mereka malah fokus pada penyaringan calon akuntan publik baru yang jumlahnya mengular hingga 2.400 orang. Masuk menjadi Akuntan Publik itu sudah seperti melewati lubang jarum, tapi ternyata bukan karena alasan yang seharusnya, bukan kualitas atau integritas yang dijaga ketat, tapi administratif.

    Jadi, saat skandal terungkap, yang ada adalah pemandangan ironi. Kantor-kantor besar yang harusnya menjaga nama baik profesi justru melanggar kepercayaan publik. Meski berafiliasi internasional, kualitas audit yang mereka tampilkan tak selalu seindah mereknya. Kita jadi bertanya-tanya, apakah semua ini benar-benar tak bisa dihindari?

    Seharusnya, regulasi yang lebih tegas dan sanksi yang lebih berat diterapkan. Tanpa pengawasan independen yang ketat dan kesadaran akan pentingnya etika, celah-celah seperti ini hanya akan terus dimanfaatkan oleh mereka yang tak bertanggung jawab. Saatnya mengingatkan kembali bahwa profesi ini bukan sekadar soal angka, tapi juga tentang menjaga kepercayaan publik.

    Hidayat Kampai
    Auditor Indonesia

    hidayat kampai akuntan publik skandal
    Dr. Hidayatullah

    Dr. Hidayatullah

    Artikel Sebelumnya

    Hidayat Kampai: Dilema Kampus Ibukota, Laptop...

    Artikel Berikutnya

    Hidayat Kampai: Anak Akuntansi Nilai Mentereng...

    Komentar

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hidayat Kampai: Dilema di Balik Gaji Dosen, Antara Kesejahteraan dan Komitmen Profesional.
    Hidayat Kampai: Izin Impor di Tengah Surplus Berujung Jeratan Hukum
    Hidayat Kampai: Apple Minta Tax Holiday 50 Tahun? Saatnya Indonesia Bersikap!
    Hidayat Kampai: Pilkada,Cermin Kualitas Masyarakat atau Ajang Riuh Tanpa Isi?
    Hidayat Kampai: Mewujudkan Otentifikasi Masakan Minang Perantauan

    Tags