Hidayat Kampai: Defenisi Sukses itu tidak tunggal

    Hidayat Kampai: Defenisi Sukses itu tidak tunggal

    PENDIDIKAN-Di sebuah sudut obrolan malam, seorang teman bergumam, "Kita ini sudah sekolah tinggi, kerja banting tulang, tapi kenapa yang sukses malah yang cuma joget-joget flexing di media sosial?" Gumaman ini mencerminkan kegelisahan banyak orang hari ini. Orang yang serius menimba ilmu sering kali merasa terpinggirkan, sementara mereka yang tampil ‘wah’ di media sosial dianggap sukses meski jalannya tak selalu jelas. Apalagi jika melihat mereka yang memperoleh kekuasaan melalui jalur yang katakanlah banyak skandal, tapi menjadi pengambil kebijakan besar. Lalu, sukses itu sebenarnya apa? Dan bagaimana cara kita mendefinisikannya?

    Bagi sebagian orang, sukses itu bisa sesederhana bertahan hidup dengan martabat. Saya sendiri, misalnya, merasa sukses karena mampu kuliah berkali-kali dengan biaya sendiri. Di tengah kondisi yang sulit, di mana banyak orang bahkan tak sempat memikirkan pendidikan tinggi, ini adalah keberhasilan besar yang patut disyukuri. Definisi ini saya buat sendiri untuk menjaga rasa syukur tetap tinggi dan hati tetap ringan. Namun, apakah ini berlaku untuk semua orang? Tentu tidak.

    Mari kita lihat apa kata teori tentang sukses.

    Maslow dan Tangga Keberhasilan
    Pertama, ada Teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow, yang menyebutkan bahwa sukses itu terjadi secara bertahap. Dari kebutuhan dasar seperti makan dan tempat tinggal, lalu naik ke kebutuhan akan rasa aman, cinta, penghargaan, hingga aktualisasi diri—titik di mana kita sepenuhnya menjadi versi terbaik dari diri kita. Kalau menurut Maslow, joget-joget flexing itu mungkin hanya berhenti di tahap penghargaan, belum tentu sampai aktualisasi diri.

    Deci & Ryan: Sukses Itu Dari Dalam
    Teori Self-Determination dari Edward Deci dan Richard Ryan punya pendekatan berbeda. Mereka bilang, sukses itu lebih tentang apa yang kita rasakan di dalam diri, apakah kita merasa kompeten, punya hubungan sosial yang sehat, dan cukup mandiri untuk membuat keputusan? Dalam konteks ini, joget-joget atau kuliah panjang sama-sama bisa dianggap sukses, asalkan motivasi kita tulus dari hati.

    Growth Mindset: Belajar Tanpa Henti
    Carol Dweck, lewat Teori Growth Mindset, percaya bahwa sukses datang dari keyakinan bahwa kita bisa terus berkembang. Orang dengan pola pikir ini akan memandang tantangan sebagai peluang belajar, bukan penghalang. Jadi, mereka yang kuliah sambil kerja atau yang memulai bisnis dari nol tetap bisa sukses, selama terus berusaha.

    Gardner: Banyak Jalan Menuju Sukses
    Howard Gardner menegaskan lewat Teori Multiple Intelligences bahwa kecerdasan tidak hanya soal IQ. Ada kecerdasan emosional, sosial, bahkan kinestetik yang mungkin dimiliki mereka yang terkenal karena joget kreatif. Artinya, jalan menuju sukses memang berbeda untuk setiap orang, tergantung jenis kecerdasan mereka.

    Bandura: Yakin Itu Kunci
    Albert Bandura menyebutkan pentingnya self-efficacy atau keyakinan diri. Kalau kita percaya pada kemampuan sendiri, maka kita lebih mungkin sukses. Bagi Bandura, lingkungan dan pengalaman juga sangat berpengaruh, jadi, mungkin yang flexing itu punya lingkungan yang mendukung, sementara yang berjuang lewat pendidikan menghadapi rintangan lebih berat.

    Merton dan Peluang Sosial
    Robert K. Merton menambahkan bahwa keberhasilan sering kali dipengaruhi oleh kemampuan seseorang menavigasi norma sosial dan memanfaatkan peluang. Dalam konteks ini, mereka yang tampil ‘wah’ di media sosial mungkin lebih pandai bermain dengan peluang.

    Aristoteles vs. Epicurus: Bahagia atau Bermakna?
    Dari sudut pandang filsafat, Aristoteles dan Epicurus punya pandangan berbeda. Hedonisme Epicurus menilai sukses dari kebahagiaan sesaat, sementara Eudaimonia ala Aristoteles lebih memprioritaskan makna jangka panjang. Jadi, sukses itu soal pilihan, apakah kita ingin bahagia sekarang atau menjalani hidup penuh arti?

    Resiliensi dan Ketangguhan
    Ann Masten menyebut bahwa sukses juga tentang seberapa tangguh kita menghadapi rintangan. Bagi yang menjalani hidup penuh perjuangan, kesuksesan sering kali lahir dari kemampuan bangkit, bukan dari materi semata.

    Kepribadian dan Sukses
    Terakhir, Teori Big Five oleh Paul Costa dan Robert McCrae menunjukkan bahwa dimensi kepribadian seperti keterbukaan, ketelitian, dan ekstroversi memengaruhi keberhasilan. Mungkin mereka yang suka flexing lebih ekstrover, sementara yang sibuk di perpustakaan lebih introver tapi keduanya punya peluang sukses yang sama besar.

    Refleksi: Definisi Sukses Itu Pribadi
    Dari berbagai teori ini, satu hal jelas, sukses tidak bisa didefinisikan dengan satu cara. Apa yang terlihat dari luar belum tentu mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi. Jadi, daripada sibuk membandingkan diri dengan orang lain, lebih baik kita fokus pada pencapaian sendiri. Seperti kata teman saya, “Hidup itu untuk disyukuri, bukan untuk dibandingkan.”

    Karena pada akhirnya, sukses adalah bagaimana kita mendefinisikannya sendiri dan bagaimana kita berdamai dengan pilihan hidup yang sudah kita buat. Flexing atau tidak, kuliah atau joget, yang penting kita tetap jadi versi terbaik diri kita.

    Jakarta, 18 November 2024
    Hidayat Kampai
    Catatan Sang Murid

    hidayat kampai sukses
    Dr. Hidayatullah

    Dr. Hidayatullah

    Artikel Sebelumnya

    Hidayat Kampai: Viralitas yang Menjebak:...

    Komentar

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hidayat Kampai: Viralitas yang Menjebak: Antara Nama Brand 'Nyeleneh' dan Keberlangsungan Bisnis UMKM
    Hidayat Kampai: Skripsi, Sudah Saatnya Berubah?
    Hidayat Kampai: Menjadi Pembimbing yang Menyemangati, Bukan Menghakimi.
    Workshop AI untuk UMKM: Optimalisasi Promosi dan Pemasaran dengan Teknologi Kecerdasan Buatan
    Hidayat Kampai: Dilema di Balik Gaji Dosen, Antara Kesejahteraan dan Komitmen Profesional.

    Tags