PENDIDIKAN-Di era serba digital, hampir semua mahasiswa di kampus-kampus besar, terutama di Jakarta, sudah menenteng laptop. Tapi, ketika ujian tiba, ke mana semua teknologi itu? Ternyata, banyak kampus masih bertahan dengan metode ujian “jaman dulu” - soal ujian dicetak, dan jawabannya? Ditulis tangan di atas kertas folio bergaris! Ini ironis, mengingat kampus-kampus tersebut kerap menggaungkan pentingnya keberlanjutan dan pelestarian lingkungan, tapi tetap menyumbang pada konsumsi kertas yang, jelas-jelas, kurang ramah lingkungan.
Bayangkan betapa paradoksnya ini. Di satu sisi, mereka bicara soal “go green, ” “less paper, ” dan “digital transformation, ” tapi ujian tetap berujung pada puluhan ribu lembar kertas. Padahal, dengan laptop yang sudah dimiliki mahasiswa, sebenarnya ada opsi untuk beralih ke ujian berbasis digital. Bukan hanya lebih ramah lingkungan, tapi juga lebih efektif dan efisien. Lebih lagi, bagi mahasiswa akuntansi, ujian berbasis aplikasi spreadsheet justru lebih relevan dan melatih keterampilan praktis yang mereka perlukan di dunia kerja nanti.
Kalau dipikir-pikir, ujian menggunakan laptop bukan hanya soal mengurangi kertas. Dengan format digital, soal ujian bisa dibuat lebih menantang, menuntut kemampuan berpikir kritis dan analisis, bukan sekadar menjawab soal pilihan ganda atau esai singkat. Menggunakan spreadsheet, misalnya, memungkinkan penyusunan soal yang lebih kompleks, memberi mahasiswa kesempatan untuk langsung mempraktikkan keterampilan komputasi dan pengolahan data.
Jadi, sudah saatnya kampus-kampus besar di Indonesia, khususnya di pusat ibu kota, beralih dari metode lama ke format ujian yang lebih modern dan berkelanjutan. Dengan begitu, bukan hanya lingkungan yang diuntungkan, tapi juga para mahasiswa yang lebih siap memasuki dunia profesional dengan kemampuan praktis yang mumpuni.
Hidayat Kampai
Ketua Yayasan Pendidikan Auditor Indonesia