Pajak kendaraan bermotor sering menjadi topik panas. Baru-baru ini, pemerintah memberlakukan opsen pajak sebesar 66 % dari nilai pajak terutang, sebagaimana diamanatkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Namun, angka ini bukan berarti pajak kendaraan naik setinggi langit—tarif dasar pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sudah disesuaikan sebelumnya. Meski demikian, masyarakat tetap merasa terbebani, apalagi setelah wacana kenaikan PPN menjadi 12%.
Tapi mari kita berpikir sejenak. Jika tujuan utama kita adalah mengurangi polusi, mengurai kemacetan, dan meningkatkan pendapatan daerah, bukankah sudah saatnya kita melakukan langkah yang lebih besar?
Opsen Itu Terlalu Kecil, Saatnya Pajak Tunggal!
Pajak kendaraan pribadi saat ini terlalu murah jika dibandingkan dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor, seperti polusi udara dan kemacetan. Mengapa tidak menerapkan pajak tunggal sebesar 10% dari harga faktur kendaraan? Sederhana, transparan, dan efektif.
Misalnya, untuk mobil baru dengan harga Rp300 juta, pajak tahunannya menjadi Rp33 juta. Mahal? Tentu. Tapi di situlah poinnya. Pajak tinggi membuat orang berpikir dua kali sebelum membeli kendaraan pribadi. Setelah mobil berusia lebih dari 10 tahun, pajak bisa turun menjadi hanya 1% dari harga faktur, sebagai insentif untuk memperpanjang usia kendaraan dan mengurangi limbah otomotif.
Mobil niaga berplat kuning, seperti bus, minibus, dan truk, yang notabene menjadi tulang punggung transportasi dan logistik, cukup dikenai pajak 1%. Namun, ada syarat, kendaraan harus dimiliki atas nama badan usaha dan dilengkapi stiker kepemilikan resmi Dari Pemerintah. Mobil pemerintah berplat merah juga cukup dikenai pajak serupa, sebagai bentuk efisiensi anggaran.
Balik Nama Tanpa Drama
Siapa pun yang pernah mencoba mengurus balik nama kendaraan tahu betapa rumitnya proses ini. Proses panjang dan berliku ini seperti magnet bagi calo. Solusinya? Buat proses balik nama menjadi sederhana dan satu pintu. Saat membayar pajak atau memperpanjang STNK, kepemilikan kendaraan langsung diperbarui. Tidak ada lagi alasan untuk menunda, dan data kepemilikan kendaraan pun menjadi lebih rapi.
Baca juga:
10 tantangan bisnis di masa depan
|
Hukuman Tegas untuk Penunggak Pajak
Sudah saatnya penunggak pajak kendaraan dikenai sanksi yang benar-benar membuat jera. Dengan sistem data terintegrasi, pemerintah dapat membatasi akses layanan publik tertentu bagi para penunggak pajak. Misalnya, pembatasan pengajuan SIM baru, paspor, atau bahkan pengajuan kredit kendaraan. Ini bukan hukuman semata, melainkan insentif untuk taat aturan.
Dorong Industri Lokal, Batasi Impor Suku Cadang
Mengurangi polusi dan kemacetan tidak hanya soal kebijakan pajak. Untuk merangsang industri otomotif dalam negeri, pemerintah bisa memberlakukan pajak barang mewah (PPnBM) pada suku cadang mobil impor. Langkah ini memaksa produsen mobil mendirikan pabrik di Indonesia, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada impor. Sebagai kompensasi, pemerintah dapat memberikan insentif kepada perusahaan yang berinvestasi di tanah air.
Manfaat yang Lebih Besar
Dengan kebijakan ini, pendapatan daerah dari pajak kendaraan akan tetap tinggi. Kota-kota besar akan menikmati udara yang lebih bersih, lalu lintas yang lebih lancar, dan masyarakat yang lebih sehat. Industri otomotif pun akan terus berkembang, menyesuaikan diri dengan kebijakan baru tanpa kehilangan pangsa pasar di Indonesia, salah satu pasar terbesar dunia.
Saatnya berpikir besar untuk masa depan yang lebih baik. Pajak bukan sekadar angka—ini adalah alat untuk menciptakan perubahan nyata bagi kota, masyarakat, dan lingkungan kita.
Bandar Lampung, 8 Januari 2025
Hidayat Kampai
Auditor Indonesia